MESJID PUSAKA
MESJID PUSAKA BANUA LAWAS KECAMATAN BANUA LAWAS.
ISI RIWAYAT SINGKAT
Jauh sebelum tersentuhnya DAKWAH ISLAM di Banua Lawas ( Banua Usang istilah Suku Dayak ) telah berdiri sebuah Pesanggarahan yang berfungsi sebagai tempat tinggal. Kepala Suku Dayak dan sekaligus dijadikan tempat melakukan musyawarah bagi suku Dayak.
Bangunan pesanggarahan tersebut berukuran 15 X 15 meter. Seluruh perabot pesang-garahan tersebut terbuat dari bambu ( Betung ) dinding palupuh dan atao daun rumbia -
( daun sagu ). Pada halaman pesanggarahan tersebut ditaruh 2 ( dua ) buah TAJAU besar dari porselin sebagai tempat penampungan air untuk memandikan anak-anak suku Dayak yang baru lahir.
( 2 buah Tajau tersebut masih utuh pada tempatnya ).
Dalam perkembangan selanjutnya, terutama setelah berdirinya Kerajaan Banjar (Pa –eran Suriansyah) tahun 1510- 1620 M. Terbukalah jalan bagi juru Da’e untuk mengem-bangkan Agama Islam terutama juru Da’e Pulau Jawa ke Kalimantan, diantaranya Khatib Dayan dan Sulthan Abdurrahman ( dua beradik ) berasal dari Solo, mereka masuk di Kalimantan melalui Kalimantan Bagian Utara ( Berunai ) hingga sampai di Banua Lawas ( Banua Usang ) Dakwah Agama Islam dari Khatib dayan dan Sulthan Abdurrahman ternyata dapat diterima dengan baik oleh sebagian besar suku dayak Banua Usang.
Akhirnya suku dayak Banua Usang yang tidak dapat menerima Islam sebagai Agama mereka sepakat untuk hijrah kepedalaman Banua Usang dan sebagaiannya menetap di Barito Timur, ( Baguk, Tamiyang Layang dan sekitarnya ) pesanggrahan tersebut mereka tinggalkan tanpa diserahterimakan kepada keluarga mereka yang tinggal, namun hubung-an kekeluargaan tetap terjalin dengan baik tanpa menunjukkan rasa dendam dan tidak ber sahabat.
Bahkan sampai sekarang sering saja terjadi dari pihak-pihak suku dayak yang tinggal di pedalaman Habau dan Barito Timur berkunjung ke Banua Usang ( Banua Lawas ) untuk berziarah terhadap TAJAU yang mereka anggap sebagai keramat.
Sekitar tahun 1625 M. Atas prakarsa Khatib Dayan dan Sulthan Abdurrahman serta dibantu oleh tokoh-tokoh atau pemuka suku dayak yang memeluk Agama Islam, diantaranya :
- Datu Ranggana asal Puain
- Datu Kartamina asal Kelua ( Sungai Rukam )
- Datu Sari Panji asal Banua Usang
- Lang- Lang Buana asal Banua Usang
- Taruntun Manau asal Banua Usang
- Timba Sagara asal Banua Usang
- Layar Samit asal Kata Waringin
- Pambalah Batung asal Barito
- Gantung Galuh asal Banua Usang
Membangun sebuah Mesjid dilokasi bekas pesanggarahan tersebut dengan ukuran 15 X 16 meter, 4 (empat) buah tihang utama (Tihang Guru) dari pohon betung ukuran sebesar gantang dan tihang-tihang penunjang lainnya juga dari pohon betung dengan ukuran sedikit lebih kecil dari tihang utama.
Dinding terbuat dari pelupuh, atap dari daun rumbia serta seluruh pengikat bangunan Mesjid tersebut dari Haduk ( ejok ) yang dipintal.
Bangunan Mesjid tersebut dibentuk tinggi dan lancip dengan tiga tingkat atap, pada pun-caknya berbentuk lancip dipasang PETAKA dari kayu Banglai yang di buat oleh Khatib Dayan dan Sulthan Abdurrahman sendiri ( Bukti sejarah masih utuh ).
Berdasarkan tutur dari orang-orang tua dari yang meriwayatkan, bahwa pembanguna Mesjid dimaksud dilaksanakan pada pagi hari Kamis ( Tahun 1625 M. ) setelah shalat shubuh, Khatib Dayan dan Sulthan Abdurrahman membangunkan 4 tihang Guru Mesjid tersebut, untuk meneruskan pekerjaan selanjutnya dilaksanakan oleh Datu Sari Panji, Datu Kartamina dan lain-lain, sedang Khatib Dayan, Sulthan Abdurrahman dan Datu Ranggana berangkat menuju PUAIN, guna membangun 4 buah tihang guru Mesjid PUAIN.
Setelah shalat Zuhur, selanjutnya untuk meneruskan pekerjaan pembangunan Mesjid PUAIN tersebut dipimpin oleh Datu Ranggana, sedang Khatib Dayan dan Sulthan Abdurrahman melanjutkan perjalanan menuju PARAN untuk membangunkan 4 buah tihang Guru Mesjid PARAN ( Wilayah HSU ).
Tiga buah Mesjid tersebut selesai dikerjakan dalam 1 ( satu ) hari, yakni pada hari Kamis. Kemudian pada hari Jum’atnya dilaksanakan shalat jum’at secara serentak pada 3 buah Mesjid tersebut, yaitu :
1. Mesjid Pusaka banua Lawas
2. Mesjid Puain dan ;
3. Mesjid Paran.
Ketiga buah Mesjid tersebut dibangun dalam bentuk yang sama,yaitu tinggi dan lancip.
Sekarang kurang lebih 44 tahun, Mesjid Pusaka Banua Lawas tersebut tidak ada di –adakan rehabilitasi, kecuali hanya yang bersifat rutin atau perbaikan pada bagian-bagian yang mengalami kerusakan kecil.
Pada tahun 1669 dilaksanakan rehabilitasi pertama berupa pelebaran menjadi 16 X 17 meter serta penggantian tihang guru dari betung menjadi ulin ( kayu besi ) sebanyak 4 buah tihang guru, juga tihang penunjang lainnya dari kayu ulin, sedang bentuk bangunan tetap memakai PETAKA yang dibuat oleh Khatib Dayan dan Sulthan Abdurrahman, demikian juga dauh tetap memanfaatkan daun buatan Khatib Dayan dan Sulthan Abdurrahman yang menurut riwayatnya dibuat dari kayu Banglai dari satu pohon untuk Tiga buah Mesjid tersebut diatas.
Rehabilitasi tersebut dipelopori oleh “ DAURBUNG “ salah seorang tokoh masyara – kat sepeninggal Khatib Dayan dan Sulthan Abdurrahman .
Sekitar tahun 1769 dilaksanakan lagi rehabilitasi sekitar tahun 1769 dilaksanakan lagi rehabilitasi ke-2 yang dipelopori oleh HAJI ABU BAKAR, salah seorang Ulama di Banua Lawas. Rehabilitasi tersebut berupa penyambungan tihang utama, karena tihang yang ada masih kurang tinggi, serta penggantian sebagian tihang penunjang yang meng –alami kerusakan .
H. Abu Bakar dibantu oleh MAHMUD ( kakek dari Jumri yang meriwayatkan sejarah singkat Mesjid tersebut ).
Mengenai atap, dinding dan PETAKA tetap sebagaimana keadaan yang lalu.
Sekitar tahun 1791 dilaksanakan lagi rehabilitasi ke-3 yang dipelopori oleh Khatib Tasan ( Putera dari H. Abu Bakar ).
Dalam tahun 1848 dilaksanakan rehabilitasi yang dipimpin langsung oleh PENGHULU RASYID, yaitu penggantian dinding pelupuh dengan kayu ( papan ) serta perabot atas dari bambu diganti dengan kayu. Disamping itu juga dilakukan pelebaran yang menjadi bangunan induk yang sekarang ini.
Pada tahun 1925 dilaksanakan penimbukan dasar dari tanah yang diangkut oleh WAQIF (masyarakat) dari tempat kediaman masing-masing. Dalam tahun 1932 dilaksanakan lagi penggantian dinding dari kayu papan biasa dengan kayu ulin ( kayu besi ) yang dipimpin oleh Haji DUKAHAR sekaligus pemasangan lantai dari Tehel dan pemasangan PETAKA yang baru dari buatan tukang PETAKA dari Paniuran HSU. Kemudian Petaka yang lama buatan Khatib dayan dan Sulthan Abdurrahman disimpan disamping Mihrab Mesjid tersebut sebagai bukti sejarah .
Upacara penurunan PETAKA YANG LAMA dan PEMASANGAN PETAKA YANG BARU disaksikan oleh Tuan Conttoleur berkebangsaan Belanda dari Tanjung .
Sampai sekarang dinding dan lantai Tehel Mesjid tersebut tidak pernah lagi dilakukan penggantian sedang pelebarannya hanya dalam bentuk teras keliling tanpa memperlebar bangunan induk yang telah disempurnakan oleh Penghulu Rasyid dalam tahun 1848 .
Beberapa catatan penting merupakan bukti sejarah yang masih utuh yang dalam kait – annya dengan Mesjid Pusaka Banua Lawas, yang dalam hal ini antara lain :
2 ( dua ) buah TAJAU masih utuh tertanam 60 % kedalam tanah dan tetap kedudukannya sejak semula yang walaupun sudah berusia barangkali lebih dari 400 tahun, warnanya tidak mengalami perubahan ( masih utuh kecerahannya ) walaupun terjemur dipanas Matahari sudah sekian ratus tahun .
1 ( satu ) buah PETAKA buatan Khatib Dayan dan Sulthan Abdurrahman dari kayu Banglai setinggi -+ 110 Cm .
1 ( satu ) buah Dauh ( beduk ) dari Kayu Banglai yang dibuat oleh Khatib Dayan dan Sulthan Abdurrahman yang sampai saat ini masih dipakai.
2 ( dua ) biji bata besar ukuran -+ 20 X 40 Cm, yang ditemukan di dalam tanah -+ 1,5 Meter disamping Mesjid Pusaka Banua lawas .
Tanaman pohon-pohon Kamboja diatas Kuburan dibelakang Mesjid Pusaka tersebut yang rata-rata berukuran garis tengahnya 30 Cm .
Selain itu juga terdapat sebuah lukisan dari Penghulu Rasyid berupa hiasan untuk Mimbar. Lukisan tersebut masih utuh dan diletakkan bagian dalam Mimbar Mesjid Pusaka tersebut.
Suatu hal lagi yang sangat menarik, ialah Mesjid Pusaka Banua Lawas terdapat seba –gai Mesjid Keramat oleh masyarakat .Tiap hari Rabu dan lebih-lebih pada dua hari Raya banyak Penziarah berdatangan ke Mesjid tersebut, sebagainya berasal dari Amuntai, Alabio, Negara, Barito Kuala dari Martapura dan bahkan tidak jarang terjadi penziarah dari Aceh, Malaysia dari Kutai dan Samarinda dan lain-lain .
http://www.tabalong.go.id/kumpulan-cerita-rakyat/mesjid-pusaka/#
nice posting, terus berkarya
BalasHapus