Prasasti Kayu Ara Hiwang 1099 Tahun Lalu
Setelah ditetapkan Peraturan Daerah No 9/DPRD/1994 tentang Penetapan Hari Jadi Kabupaten Purworejo, maka Prasasti Kayu Ara Hiwang yang ditemukan di Desa Boro Wetan, Kecamaan Banyuurip menjadi erat kaitannya dengan Kabupaten Purworejo.
Dalam Bab III, Pasal 3 Perda itu disebutkan: "Hari Jadi Kabupaten Daerah Tingkat II Purworejo adalah tanggal 5 Paro Gelap, hari Senin Pahing, Warukung Bulan Asuji 832 Saka, yang bertepatan tanggal 5 Oktober 901, berdasarkan Prasasti Kayu Ara Hiwang yang ditemukan di Desa Boro Wetan, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Daerah Tingkat II Purworejo".
Sedang maksud dan tujuan menetapkaan Hari Jadi sesuai Bab II, pasal 2 ditinjau dari aspek formal, aspek sosiokultural dan aspek historis. Aspek formal untuk memberikan kepastian hukum tentang hari jadi Kabupaten Daerah Tingkat II Purworejo. Sedang aspek sosiokultural untuk memberikan inspirasi dan motivasi bagi seluruh warga masyarakat di Kabupaten Daerah Tingkat II Purworejo dalam partisipasinya mendukung pembangunan daerah, dengan tetap memelihara nilai-nilai luhur budaya, semangat nasionalisme dan patriotisme serta jati diri daerah.
Sementara aspek historis untuk menuliskan sejarah Kabupaten Daerah Tingkat II Purworejo sebagai sejarah lokal yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga secara langsung maupun tidak langsung menjadi sumber pengkajian sejarah nasional.
Prasasti Kayu Ara Hiwang yang ditemukan di bawah ponon sono, di tepi sungai Bogowonto Desa Boro Wetan sejak tahun 1890 disimpan di Musium Pusat Jakarta. Dalam prasasti tersebut memuat pematokan, tanah "Sima" (tanah perdikan atau tanah bebas pajak) untuk Desa Kayu Ara Hiwang yang diberikan oleh Rakai Wanua Poh Sala Putra Ratu Bajra pada tanggal 5 paro gelap tahun 832 Saka atau tanggal 5 Oktober tahun 901 Masehi.
Ratu Bajra adalah orang ke dua di Negara Mataram Kuno, yang mempunyai pangkat Rakyan Mahamantri Hino Sri Daksottama Bahunjrapratikpaksaya. Konon, pada awal abad ke 10 (832 Saka) atau tahun 901 Masehi pada zaman Mataram Kuno, wilayah Bumi Kayu Ara Hiwang mulai dibangun. Masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut dipimpin oleh Mpu Sanghrama Surandra, yang memprakarsai pembangunan tempat peribadatan. Untuk maksud itu mereka memohon restu pada Raja Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung.
Tetapi tatkala masyarakat Bumi Kayu Ara Hiwang mulai melaksanakan membangun daerah dan tempat peribadatan mendapat tantangan dari berbagai kelompok. Sehingga terjadi peperangan yang akhirnya dimenangkan oleh Mpu Sanghrama Surandra. Kemudian dalam Prasasti, Mpu Sanghrama Surandra disebut Rakyan Watu Tihang Mpu Sanghrama Surandra.
Atas keberhasilan membangun wilayah serta membangun tempat peribadatan, Raja Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung merasa bangga dan berkenan memberikan penghargaan sebagai Bumi "Sima" atau tanah bebas pajak.
Ternyata rencana Raja Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung untuk hadir di Bumi Kayu Ara Hiwang tidak terlaksana. Sebab secara kebetulan waktu itu meletus kerusuhan di Bumi Pradaksina. Sang raja lebih mementingkan meredam daerah rusuh dan kemudian menugaskan Rakai Wanua ke Bumi Kayu Ara Hiwang. Penyerahan penghargaan dihadiri oleh sejumlah pejabat dari berbagai daerah dalam wilayah Kerajaan Mataram Kuno.
Peristiwa itu akhirnya ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Daerah Tingkat II Purworejo, karena kebetulan Bumi Kayu Ara Hiwang terletak di Kabupaten Purworejo. Namun Ketua Tim Pencarian Hari Jadi Kabupaten Purworejo, Mangku Trisno mengartikan bahwa tanggal 5 Oktober 901 itu hanya merupakan bukti terbentuknya masyarakat budaya di wilayah Purworejo. (cr4)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda, sumbangsih Blog saya...